Semoga tulisan ini akan tersampaikan kepada segenap masyarakat di Kota/Kab. Tasikmalaya.
Risywah, Politik Uang Itu Haram
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Menyuap masyarakat untuk mendapatkan suara dukungan dengan uang, sembako, sarung dan lain-lain, seolah sudah menjadi "tradisi" dalam setiap perhelatan pilkada. Sebagian masyarakatpun banyak yang kemudian terlena dengan kebiasaan tersebut, terlebih ditengah masyarajat yg tengah dihimpit kesulitan ekonomi, padahal jelas dalam hukum Islam "riswah" itu haram hukumnya, begitupun dalam hukum negara : politik uang adalah sebagai perbuatan yang termasuk dalam tindakan pidana.
Definisi/Pengertian Risywah:
Risywah menurut bahasa berarti: “pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya.” (al-Misbah al-Munir/al Fayumi, al-Muhalla/Ibnu Hazm). Atau “pemberian yang diberikan kepada seseorang agar mendapatkan kepentingan tertentu” (lisanul Arab, dan mu’jam wasith).nSedangkan menurut istilah risywah berarti: “pemberian yang bertujuan membatalkan yang benar atau untuk menguatkan dan memenangkan yang salah.” (At-Ta’rifat/aljurjani 148).
Unsur-Unsur Risywah
berdasarkan definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa suatu tindakan dinamakan risywah jika memenuhi unsur-unsur berikut:
Hukum Risywah
Dari definisi di atas ada dua sisi yang saling terkait dalam masalah risywah; Ar-Rasyi (penyuap) dan Al-Murtasyi (penerima suap), yang dua-duanya sama-sama diharamkan dalam Islam menurut kesepakatan para ulama, bahkan perbuatan tersebut dikategorikan dalam kelompok dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa nash Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah berikut ini:
Risywah, Politik Uang Itu Haram
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
اَلْحَمْدُ ِللهِ الْمَلِكِ الْحَقِّ الْمُبِيْنِ، الَّذِي حَبَانَا بِالْإِيْمَانِ واليقينِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّد،ٍ خَاتَمِ الأَنْبِيَاءِ وَالمُرْسَلِين، وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِيِن، وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ أَجْمَعِين، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ
Menyuap masyarakat untuk mendapatkan suara dukungan dengan uang, sembako, sarung dan lain-lain, seolah sudah menjadi "tradisi" dalam setiap perhelatan pilkada. Sebagian masyarakatpun banyak yang kemudian terlena dengan kebiasaan tersebut, terlebih ditengah masyarajat yg tengah dihimpit kesulitan ekonomi, padahal jelas dalam hukum Islam "riswah" itu haram hukumnya, begitupun dalam hukum negara : politik uang adalah sebagai perbuatan yang termasuk dalam tindakan pidana.
Definisi/Pengertian Risywah:
Risywah menurut bahasa berarti: “pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya.” (al-Misbah al-Munir/al Fayumi, al-Muhalla/Ibnu Hazm). Atau “pemberian yang diberikan kepada seseorang agar mendapatkan kepentingan tertentu” (lisanul Arab, dan mu’jam wasith).nSedangkan menurut istilah risywah berarti: “pemberian yang bertujuan membatalkan yang benar atau untuk menguatkan dan memenangkan yang salah.” (At-Ta’rifat/aljurjani 148).
Unsur-Unsur Risywah
berdasarkan definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa suatu tindakan dinamakan risywah jika memenuhi unsur-unsur berikut:
- Adanya athiyyah (pemberian)
- Ada niat Istimalah (menarik simpati orang lain)
- Bertujuan:
- Ibtholul haq (membatalkan yang haq)
- Ihqaqul bathil (merealisasikan kebathilan)
- al mahsubiyah bighoiri haq (mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan)
- al hushul alal manafi’ (mendapatkan kepentingan yang bukan menjadi haknya)
- al hukmu lahu (memenangkan perkaranya)
Hukum Risywah
Dari definisi di atas ada dua sisi yang saling terkait dalam masalah risywah; Ar-Rasyi (penyuap) dan Al-Murtasyi (penerima suap), yang dua-duanya sama-sama diharamkan dalam Islam menurut kesepakatan para ulama, bahkan perbuatan tersebut dikategorikan dalam kelompok dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa nash Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah berikut ini:
Firman Allah ta’ala:
”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS Al Baqarah 188)
Firman Allah ta’ala:
”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram” (QS Al Maidah 42).
Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan risywah. Jadi risywah (suap) identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT
Rasulullah SAW bersabda:
“Rasulullah melaknat penyuap dan yang menerima suap” (HR Khamsah kecuali an-Nasa’i dan dishahihkan oleh at-Tirmidzi).
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (as-suht) nerakalah yang paling layak untuknya.” Mereka bertanya: “Ya Rasulullah, apa barang haram (as-suht) yang dimaksud?”, “Suap dalam perkara hukum” (Al-Qurthubi 1/ 1708)
Ayat dan hadits di atas menjelaskan secara tegas tentang diharamkannya mencari suap, menyuap dan menerima suap. Begitu juga menjadi mediator antara penyuap dan yang disuap.
Demikian halnya dalam tinjauan KUHP. Dalam UU KUHP, yaitu pasal 149 ayat (1) dan (2) untuk menjerat pelaku politik uang.
Ayat 1 berbunyi "Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” Sedangkan ayat 2 ”Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian atau janji, mau disuap”. Dalam UU No.8/2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah Pilkada, memanh tidak ada aturan yg secara soesifik termait dengan pemberian sanksi pidana bagi para pelaku politik uang, tetapi hanya mengatur sanksi diskualifikasi kepesertaan untuk partai politik parpol ataupun calon Kepala Daerah dalam pilkada yg diikuti, jika memang terbukti melakukan "politik uang".
Hajatan Pilkada di kota Tasikmalaya dalam rangka suksesi kepemimpinan, tinggal menunggu waktu 1 tahun lagi (2017) akan digelar. Untuk itu, agar pilkada di Kota Tasikmalaya benar- benar berjalan secara demokratis, adil, akuntabel, luber dan bersih dari politik uang, sebagai bagian dari upaya untuk melahirkan pemimpin yang amanah, tabligh, siddik dan fathonah untuk membawa perubahan kota Tasik menjadi lebih baik, mari kita tanamkan dalam lubuk hati yg paling dalam dan bersumpah untuk mengatakan : Tidak Menerima Risywah. Jangan pertaruhkan nasib kota kita dengan suap. Insya Allah pemimpin yg cerdas dan amanah itu, hanya akan lahir dari proses pemilihan dan masyarakat yang cerdas dan amanah. Aamiin Ya Mujibassailiin.
Barakallahu fikum, Wassalamu'alaikum Watahmatullahi Wabarakatuh
Oleh : Ir. Nanang Nurjamil, MM.
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS Al Baqarah 188)
Firman Allah ta’ala:
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ
”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram” (QS Al Maidah 42).
Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan risywah. Jadi risywah (suap) identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT
Rasulullah SAW bersabda:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ
“Rasulullah melaknat penyuap dan yang menerima suap” (HR Khamsah kecuali an-Nasa’i dan dishahihkan oleh at-Tirmidzi).
Nabi Muhammad SAW bersabda:
«كلّ لحم نبت بالسّحت فالنار أولى به» قالوا : يا رسول الله وما السحت؟ قال : «الرشوة في الحكم»
“Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (as-suht) nerakalah yang paling layak untuknya.” Mereka bertanya: “Ya Rasulullah, apa barang haram (as-suht) yang dimaksud?”, “Suap dalam perkara hukum” (Al-Qurthubi 1/ 1708)
Ayat dan hadits di atas menjelaskan secara tegas tentang diharamkannya mencari suap, menyuap dan menerima suap. Begitu juga menjadi mediator antara penyuap dan yang disuap.
Demikian halnya dalam tinjauan KUHP. Dalam UU KUHP, yaitu pasal 149 ayat (1) dan (2) untuk menjerat pelaku politik uang.
Ayat 1 berbunyi "Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” Sedangkan ayat 2 ”Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian atau janji, mau disuap”. Dalam UU No.8/2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah Pilkada, memanh tidak ada aturan yg secara soesifik termait dengan pemberian sanksi pidana bagi para pelaku politik uang, tetapi hanya mengatur sanksi diskualifikasi kepesertaan untuk partai politik parpol ataupun calon Kepala Daerah dalam pilkada yg diikuti, jika memang terbukti melakukan "politik uang".
Hajatan Pilkada di kota Tasikmalaya dalam rangka suksesi kepemimpinan, tinggal menunggu waktu 1 tahun lagi (2017) akan digelar. Untuk itu, agar pilkada di Kota Tasikmalaya benar- benar berjalan secara demokratis, adil, akuntabel, luber dan bersih dari politik uang, sebagai bagian dari upaya untuk melahirkan pemimpin yang amanah, tabligh, siddik dan fathonah untuk membawa perubahan kota Tasik menjadi lebih baik, mari kita tanamkan dalam lubuk hati yg paling dalam dan bersumpah untuk mengatakan : Tidak Menerima Risywah. Jangan pertaruhkan nasib kota kita dengan suap. Insya Allah pemimpin yg cerdas dan amanah itu, hanya akan lahir dari proses pemilihan dan masyarakat yang cerdas dan amanah. Aamiin Ya Mujibassailiin.
Barakallahu fikum, Wassalamu'alaikum Watahmatullahi Wabarakatuh
Oleh : Ir. Nanang Nurjamil, MM.