Selama 13 tahun hidup di Mekah sebelum hijrah, Nabi Muhamad telah 13 kali mengalami Ramadhan, yaitu dimulai dari Ramadhan tahun ke-41 kelahiran Nabi yang bertepatan bulan Agustus 610 M, hingga Ramadhan tahun ke-53 dari kelahirannya yang bertepatan dengan bulan April tahun 622 M. Namun selama waktu itu belum disyariatkan kewajiban mengeluarkan zakat fitrah bagi kaum muslimin, dan demikian pula dengan syariat Iedul fitrinya.
Setelah Nabi hijrah ke Madinah, dan menetap selama 17 bulan di
sana, maka turunlah ayat 183-184 surat al-Baqarah pada bulan Sya’ban tahun ke-2
H, sebagai dasar disyariatkannya shaum bulan Ramadhan. Tak lama kemudian, dalam
bulan Ramadhan tahun itu pula, tepatnya 2 hari menjelang Iedul fitri di tahun
itu, mulai diwajibkan zakat kepada kaum muslimin. (Lihat, Tuhfah
al-Ahwadzi Syarh at-Tirmidzi, III:278; Tawdhiih
Al-Ahkaam Syarh Bulugh Al-Maraam, III:371)
Sehubungan dengan kewajiban itu, Ibnu Umar menjelaskan:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ
زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا
مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنْ
الْمُسْلِمِينَ
“Sesungguhnya Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah pada
bulan Ramadhan atas orang-orang sebesar 1 sha’ kurma, atau 1 sha’ gandum, wajib
atas orang merdeka, hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, dari kaum muslimin.”
(HR. Muslim, Shahih Muslim, II:678,
No. hadis 984, Malik, Al-Muwatha, I:284, No. hadis 626,
An-Nasai, As-Sunan Al-Kubra, II:25, No. 2282,
Al-Hakim, Al-Mustadrak ‘Alas Shahihain, I:569,
No. hadis 1494, Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, IV:161, No. hadis
7476, IV:166, No. hadis 7492; Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, IV:83, No.
hadis 2399, Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban, VIII: 94, No.
hadis 3301)
Hadis di atas diriwayatkan pula oleh Al-Bukhari (Shahih Al-Bukhari, II:547, No. hadis
1433), Ahmad (Musnad Ahmad,
II:137, No. hadis 6214), Abu Dawud (Sunan
Abu Dawud, II:112, No. hadis 1611), dan At-Tirmidzi (Sunan At-Tirmidzi, III:61, No. hadis
676) dengan sedikit perbedaan redaksi.
Zakat ini dinamakan zakat fitri, zakat Ramadhan, atau zakat
Shaum. Meskipun begitu, yang lebih popular di masyarakat kita sebutan zakat
fitrah.
Pengertian Zakat Fitrah atau Fitri
A.Pengertian Zakat
Zakat berasal dari kata zakaa yang berarti suci, baik, berkah,
tumbuh, atau berkembang. Kata itu mengacu pada kesucian diri yang diperoleh
setelah pembayaran zakat dilaksanakan. Itulah kebaikan hati yang dimiliki
seseorang manakala ia tidak bersifat kikir dan tidak mencintai harta
kekayaannya semata-mata demi harta itu sendiri.
Sedangkan secara istilah para ulama fikih telah menjelaskan
pengertian zakat sebagai berikut:
الزَّكَاةُ هِيَ إِعْطَاءُ جُزْءٍ مَخْصُوْصٍ مِنْ مَالٍ
مَخْصُوْصٍ بِوَضْعٍ مَخْصُوْصٍ لِمُسْتَحِقِّهِ
“Zakat adalah mengeluarkan bagian yang khusus dari harta yang
khusus dengan ketentuan yang khusus bagi mustahiqnya”.
Dengan perkataan lain, zakat adalah nama bagi sejumlah harta
tertentu yang diwajibkan Allah swt. untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang
berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. Firman Allah Swt.:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ
بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ
عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. Q.s. At-Taubah:103
Maksud zakat membersihkan itu adalah membersihkan mereka dari
kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda. Sedangkan
maksud zakat menyucikan itu adalah menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati
mereka dan mengembangkan harta benda mereka.
B. Pengertian Fitrah atau Fitri
Meski di dalam hadis-hadis Nabi Saw. penyebutan zakat ini lebih
populer dengan istilah zakat fitri, namun terkadang digunakan pula istilah
zakat fitrah, dan barangkali sebutan ini yang lebih populer di kalangan kita.
Untuk mempertegas peristilahan itu barangkali penting pula untuk dianalisa
latar belakang pembentukannya.
(a) Zakat Fitrah
Dalam Alquran kata fitrah dalam berbagai bentuknya disebut
sebanyak 28 kali, 14 di antaranya berhubungan dengan bumi dan langit.
Sisanya berhubungan dengan penciptaan manusia, baik dari sisi pengakuan bahwa
penciptanya adalah Allah, maupun dari segi uraian tentang fitrah manusia.
Sehubungan dengan itu Allah berfirman pada surat Ar-Rum ayat 30:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي
فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ
الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah dirimu dengan lurus kepada agama itu,
yakni fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahuinya.”
Pada ayat lain diterangkan kronologis peristiwanya:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ
ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا
بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا
غَافِلِينَ
dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab:
"Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya
Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan)" Q.s. Al-A’raf:172
Peristiwa ini memberikan gambaran bahwa sejak diciptakan manusia
itu telah membawa potensi beragama yang lurus, yaitu bertauhid (mengesakan
Allah). Keadaan inilah yang disebut al-fitrah. Sehubungan dengan itu Nabi saw.
bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak dilahirkan atas fitrahnya, maka kedua orang tuanya
yang menjadikan dia Yahudi, Nashrani, atau Majusi…” (HR.
Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, I:465, No. hadis 1319)
Berdasarkan pemaknaan kata Fitrah di atas, maka kita dapat memahami
bahwa zakat ini disebut zakat fitrah karena zakat ini merupakan shadaqah (bukti
kebenaran) dari badannya dan kefitrahan pada jasadnya. (Lihat, Syekh Athiyyah
Muhammad Saalim, Syarh Bulugh Al-Maraam, juz 4, hlm.
135)
(b)Zakat Fitri
Kata fitr makna asalnya adalah robek atau terbelah, sebagaimana
dalam ungkapan Fathara Naabul Ba’iir, artinya
terbelah tempat taringnya untuk tumbuh. Pemaknaan itu digunakan pula dalam
firman Allah Swt.
إِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ
“Apabila langit terbelah.” (QS. Al-Infithar, :1)
Berdasarkan pemaknaan kata Fitri di atas, maka kita dapat
memahami zakat ini disebut zakat fitri karena seakan-akan orang yang shaum
“merobek atau membelah” masa shaumnya dengan makan.
Dengan demikian, zakat ini disebut zakat fitri karena yang
menjadi sebab pensyariatannya adalah berbuka dari shaum pada bulan Ramadhan,
penisbatan zakat kepada kata fitri merupakan bentuk penyebutan akibat (Musabbab) dengan menggunakan kata
sebab (Sabab). (Lihat, Tawdhiih
Al-Ahkaam Syarh Bulugh Al-Maraam, III:371)
Ketentuan Zakat Fitrah
Pada tahun ke-2 hijriah itu, selain menyebut istilah, Nabi saw.
pun menetapkan beberapa aturan zakat yang amat penting diperhatikan oleh kaum
muslimin, sebagai berikut:
Pertama, muzakki Zakat Fitrah/yang terkena kewajiban
Zakat fitrah wajib dikeluarkan oleh setiap orang muslim. Bagi
mereka yang berada dibawah tanggungan orang lain, maka zakatnya menjadi
kewajiban penanggungnya, baik ia seorang pembantu rumah tangga, seorang dewasa,
ataupun seorang kanak-kanak, bahkan bayi yang telah bernyawa, yang masih
didalam rahim, semuanya wajib mengeluarkan zakat fitrahnya, baik dari hartanya
sendiri, ataupun oleh penanggung yang bertanggung jawab atasnya.
Di dalam hadis diterangkan:
قَالَ ابْنُ عُمَرَ : فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ
شَعِيْرٍ عَلَى اْلعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَىْ وَالصَّغِيْرِ
وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَاَمَرَ اَنْ تُؤَدَّي قَبْلَ خُرُوْجِ
النَّاسِ اِلَى الصَّلاَةِ
Ibnu Umar mengatakan, "Rasulullah saw. mewajibkan zakat
fitrah satu sha' dari kurma, atau satu sha dari syair (gandum) atas hamba
sahaya, orang yang merdeka, laki-laki perempuan, anak kecil dan dewasa dari
kalangan muslimin. Dan beliau memerintahkan untuk ditunaikan sebelum
orang-orang keluar melaksanakan shalat ied. (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari,
II:547, No. hadis 1432)
Dalam riwayat lain diterangkan oleh Al-Hasan Al-Bishri:
خَطَبَ ابْنُ عَبَّاسٍ فِي النَّاسَ آخِرِ رَمَضَانَ فَقَالَ يَا
أَهْلَ الْبَصْرَةِ أَدُّوا زَكَاةَ صَوْمِكُمْ قَالَ فَجَعَلَ النَّاسُ يَنْظُرُ
بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ فَقَالَ مَنْ هَاهُنَا مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ قُومُوا
فَعَلِّمُوا إِخْوَانَكُمْ فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ صَدَقَةَ رَمَضَانَ نِصْفَ صَاعٍ مِنْ
بُرٍّ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ عَلَى الْعَبْدِ
وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى
“Ibnu Abbas berkhutbah di hadapan orang-orang pada akhir bulan
Ramadhan, lalu ia berkata, ‘Wahai penduduk Bashrah, keluarkanlah zakat shaum
kalian (zakat fithrah).’ Ia (Humaid Ath-Thawil) berkata, ‘Maka orang-orang
saling memandang satu dengan yang lainnya.’ Ibnu Abbas melanjutkan
perkataannya, ‘Siapakah di sini yang berasal dari Madinah? Bangunlah,
ajarkanlah saudara-saudara kalian, karena sesungguhnya mereka tidak mengerti
bahwa Rasulullah saw. mewajibkan zakat kepada setiap budak, orang merdeka,
laki-laki dan wanita pada bulan Ramadlan sebanyak setengah sha' gandum, atau
satu sha' tepung, atau satu sha' kurma. (HR. Ahmad, Musnad
Ahmad, I:351, No. hadis 3291)
Pada riwayat yang lain dengan redaksi:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ
صَدَقَةَ الْفِطْرِ عَلَى الصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ وَالْحُرِّ وَالْعَبْدِ
وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى نِصْفَ صَاعٍ مِنْ بُرٍّ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ
شَعِيرٍ
Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitri atas anak kecil dan
orang dewasa, yang merdeka dan hamba sahaya, lelaki dan perempuan, sebanyak
setengah Sha' gandum atau satu Sha' kurma atau sya'ir (jenis gandum)."
(HR. An-Nasai, Sunan An-Nasai, III:190, No. hadis
1580, V:52, No. hadis 2515, As-Sunan Al-Kubra, II:28, No. hadis
2292; Ad-Daraquthni,Sunan Ad-Daraquthni,
II:152, No. hadis 65)
Kata Ash-Shagiir (anak kecil) mencakup di dalamnya bayi
yang masih berada didalam kandungan ibunya apabila usia kandungan itu telah
mencapai umur 120 hari atau empat bulan. Sehubungan dengan itu Usman bin Afan
membayar zakat fitrah bagi anak kecil, orang dewasa dan bayi dalam kandungan
sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abu Syaibah
أَنَّ عُثْمَانَ كَانَ يُعْطِيْ صَدَقَةَ الْفِطْرِ
عَنِ الْحَبْلِ
“Sesungguhnya Usman bin Afan memberikan zakat fitrah dari bayi
yang dikandung.” (Mushannaf Ibnu Abu
Syaibah, II:432, No. 10.737)
Demikian pula dengan para sahabat lainnya, sebagaimana
diterangkan oleh Abu Qilabah.
عَنْ أَبِيْ قِلاَبَةَ قَالَ كَانَ يُعْجِبُهُمْ أَنْ يُعْطُوْا
زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنِ الصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ حَتَّى عَلَى الْحَبْلِ فِي
بَطْنِ أُمِّهِ
Dari Abu Qilabah, ia berkata, “Adalah menjadi perhatian mereka
(para sahabat) untuk mengeluarkan/memberikan zakat fitrah dari anak kecil,
dewasa, bahkan yang masih dalam kandungan. (HR.Abdurrazaq, al-Mushannaf,
III:319, No. hadis 5788)