Meraih Berkah Ramadhan

oleh : Shofi Ayatul Husna


Ramadhan adalah bulan yang suci, bulan penuh berkah dan limpahan Allah senatiasa tercurah pada bulan itu. Sebagai bulan penuh berkah, ramadhan menjadi bulan yang ditunggu-tunggu oleh kaum Muslimin. Karena, pada bulan inilah segala amal ibadah di lipat gandakan pahalanya. Lebih dari itu, ramadhan dijadikan sebagai latihan bagaimana kita memelihara diri kita dari godaan hawa nafsu.

Kewajiban berpuasa tersurat dalam surat al-Baqarah: 183: 
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”. Ayat di atas menunjukkan bahwa tujuan puasa adalah menciptakan  ketaqwaan kepada Allah. Dengan bertaqwa seorang hamba akan selalu taat dan patuh kepada Tuhannya. Hal ini tidak lain karena ketaqwaan adalah tanda bagi kemuliaan seseorang. (QS. Al-Hujurat: 13)
Jika kita melirik kehidupan para sahabat, kita bisa melihat bagaimana para sahabat menata kehidupannya. Mereka membagi dua belas bulan menjadi dua bagian. Enam bulan pertama mereka memohon kepada Allah agar bisa bertemu Ramadhan dan menjalankan ibadah didalamnya dengan sebaik-baiknya. Pada enam bulan kedua mereka memohon kepada Allah agar amalan mereka di bulan Ramadhan diterima oleh-Nya. Hal ini berarti bahwa Ramadhan adalah bulan dimana mereka mengasah keimanan dan menjadikan suasana bulan Ramadhan senantiasa hadir di bulan-bulan setelahnya.
Ramadhan merupakan langkah pertama dimana kita akan memulai bulan-bulan setelahnya. Pada bulan Ramadhan, Allah ta’ala memberikan keistimewaan yang tidak diberikan pada bulan-bulan yang lain. Diantara keistimewaan bulan Ramadhan antara lain: pertama; pintu-pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup. Hal tersebut dapat dipahami bahwa peluang untuk masuk surga begitu besar, karena pada bulan ini Allah melipat gandakan amal ibadah dari hamba-Nya. Semakin banyak seorang hamba menjalankan ibdah, semakin besar pula pahala yang dia dapatkan. Seperti disabdakan oleh Nabi saw: “Barang siapa ber-taqarub (mendekatkan diri) kepada-Nya (di bulan Ramadhan) dengan suatu kebaikan, ia bagaikan melakukan suatu kewajiban di bulan yang lainnya. Barang siapa melakukan kewajiban pada bulan ini, maka ia sama dengan melakukan tujuh puluh kali amalan wajib di bulan lainnya”. (HR. Ibnu Huzaimah). Sementara itu, peluang masuk neraka menjadi kecil, karena kecil kemungkinan kita berbuat maksiat di bulan suci ini, hal ini dikarenakan perbuatan maksiat di bulan ini bisa membatalkan atau paling tidak akan mengurangi nilai puasa seseorang.
Kedua; setan-setan dibelenggu. Setan-setan yang selama ini menggoda iman manusia, dan selalu mendorongnya untuk berbuat maksiat, pada bulan itu dibelengggu. Setan-setan yang dibelenggu bukan berarti seseorang tidak akan bermaksiat di bulan ini. Hal ini dikarenakan manusia memiliki hawa nafsu, sementara setan bertugas untuk me-“ngipasi” hawa nafsu tersebut.
Ketiga; menghapus dosa-dosa yang sebelumnya. Puasa yang dilakukan dengan keimanan dan pengharapan akan ridho Allah akan menghapus dosa-dosa yang sebelumnya. Ini merupakan hadiah yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang melaksanakan puasa dengan sungguh-sungguh. “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharap ridho Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu”. (muttafaq alaihi).

Puasa sebagai pengendalian diri
Bila dikaji lebih dalam, maka kita bisa menyimpulkan bahwa salah satu tujuan dari puasa adalah pengendalian diri. Pengendalian diri yang dijalani selama berpuasa, mencerminkan bahwa setiap orang harus bisa mengendalikan dirinya. Banyak sekali kita menyaksikan kehancuran akibat manusia tidak mampu mengendalikan diri dan hawa nafsunya. Dari sikap pengendalian diri itu, maka manusia akan senantiasa menjaga dirinya dari perbuatan memperturutkan hawa nafsu.
Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, kita diberikan oleh jalan agar kita bisa memperbaiki diri dari hari ke hari. Bulan Ramadhan merupakan jalan untuk memperbaiki sikap dan perbuatan kita. Setiap hari di bulan Ramadhan adalah jalan menuju kepada kesempurnaan ibadah. Ibarat orang yang menaiki pohon, semakin tinggi ia menaiki pohon tersebut, semakin tinggi pula hembusan angin yang menerpanya. Begitu pula dengan menjalankan ibadah puasa. Puasa yang dilakukan dari hari-hari bagaikan ujian yang harus ditempuh bagi pelajar atau mahasiswa yang ingin mendapatkan ijazah kelulusan. Jika kita berhasil menempuh puasa dengan baik, maka ijazah kelulusan kita adalah derazat ketaqwaan seperti yang telah dijanjikan Allah. (Q.S. Al-Baqarah: 183)
Pada awal bulan Ramadhan kita bergembira dengan antusiasme kaum Muslimin dalam menyambut awal puasa. Di mulai dengan penuhnya jama’ah yang menghadiri tarawih di mesjid, warung-warung makan yang tutup di siang hari dan sebagainya. Namun, sayangnya hal semacam itu tidak lagi terlihat pada hari-hari berikutnya. Masjid-masjid menjadi sepi, warung makan kembali buka dan suasana Ramadhan menjadi sirna karena kesibukan kita dalam menghadapi lebaran. Sikap pengendalian diri terhadap hal-hal yang bisa mengurangi nilai puasa mutlak diperlukan agar kita tidak terjebak dengan keadaan yang terjadi selama ini.

Memaknai Ramadhan
Ramadhan yang kita jalani sekarang adalah lanjutan dari Ramadhan yang pernah kita jalani sebelumnya. Sebagai orang yang beriman tentunya kita tidak boleh melakukan kesalahan dua kali pada tempat yang sama. Ramadhan yang telah berlalu hendaknya menjadi pelajaran bagi kita untuk menjalani Ramadhan sekarang dengan lebih baik.
Agar Ramadhan bermakna, kita harus bersiap diri untuk menghadapinya. Ada beberapa persiapan yang bisa dilakukan. 
Pertama; memupuk kerinduan dan kecintaan terhadap Ramadhan. Dalam memupuk kecintaan pada bulan Ramadhan salah satunya dengan berdoa. Rasul mencontohkan sebuah doa menjelang Ramadhan yang artinya: “Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan”. Doa yang disebutkan Nabi memberikan gambaran akan kemuliaan bulan Ramadhan. Bahkan beliau menjelaskan jika saja kita mengetahui akan besarnya berkah di bulan Ramadhan ini, maka pastilah kita ingin agar setiap bulan dalam satu tahun itu Ramadhan semuanya. Keinginan agar setiap bulan menjadi bulan Ramadhan sepenuhnya tentu tidak mungkin terjadi. Yang mungkin kita lakukan adalah bagaimana menjadikan suasana Ramadhan senantiasa hadir di setiap bulan yang kita jalani.
Kedua; menyiapkan diri dengan baik. Hati, akal dan fisik harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Hati dipersiapkan untuk senantiasa berdzikir dan membaguskan perasangka kita kepada Allah. Seringkali kita lupa dalam mengingat Allah, terkadang kita berprasangka buruk terhadap Allah, maka Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki semua itu. Kemudian, akal digunakan untuk mendalami ilmu yang berkaitan dengan Ramadhan. Ilmu dan keihlasan menjadi faktor penting dalam menentukan diterima atau tidaknya ibadah kita. Demikian pula ibadah Ramadhan. Tanpa ilmu seseorang berpotensi melakukan kesalahan. Ia menganggap bahwa ia telah menjalankan puasa dengan sebaik-baiknya, padahal sungguh ia telah salah dalam melaksanakannya. Kemudian fisik. Fisik juga harus dipersiapkan dengan cara menjaga kesehatan, kebersihan olah raga dan lain-lain. Kesehatan fisik menjadi sangat penting, hal dikarenakan ibadah di bulan Ramadhan memerlukan fisik yang prima. Jika kita tidak bisa melaksanakannya akibat gangguan kesehatan maka ibadah yang kita lakukan tidak akan maksimal.
Ketiga; merencanakan prestasi ibadah setiap hari di bulan Ramadhan. Kita tidak ingin agar Ramadhan kali ini sama dengan Ramadhan tahun lalu, apalagi lebih jelek dari tahun lalu. Seperti yang telah disampaikan Nabi, bahwa orang yang amal ibadahnya hari ini sama dengan hari kemarin sungguh ia telah merugi. Dan orang yang amal ibadahnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin maka ia tercela.
Ramadhan adalah bulan penuh berkah, menjalankan ibadah dengan sebaik-baiknya di bulan ini akan memberikan arti yang lebih mendalam bagi yang menjalaninya. Orang-orang yang menjalani ibadah dengan sebaik-baiknya merekalah yang akan mendapatkan keberkahan di bulan Ramadhan ini.