Shaum Ramadlan akan menjadikan pengamalnya orang yang bertaqwa. Tetapi shaum Ramadlan juga bisa menjadikan pengamalnya orang yang celaka. Kita termasuk yang mana?
Rasul saw bersabda:
رغم أنف رجل دخل عليه شهر رمضان ثم انسلخ قبل أن يغفر له
Jatuh ke tanah hidung seorang (rugi, celaka). Masuk kepadanya bulan Ramadlan, tetapi ketika selesai ia tidak diampuni (Sunan at-Tirmidzi no. 3545; Shahih Ibn Hibban no. 908; Shahih Ibn Kuzaimah no. 1888; Musnad Ahmad no. 7444).
Maksud hadits di atas,
Pertama, orang yang mengalami bulan Ramadlan tetapi tidak mengamalkan shaum Ramadlan ibadah lainnya, ia pasti "celaka". Semestinya ia memanfa'atkannya untuk menghapus dosa-dosanya ini malah berani meninggalkan shaum Ramadlan dan ibadah-ibadah lainnya.
Kedua, termasuk celaka juga orang yang shaum Ramadlan dan ibadah lainnya, tetapi setelah selesai bulan Ramadlan, ia tdk menjadi org yg bertaqwa, sehingga dosa-dosanya tidak di ampuni. Allah swt menyebutkan dengan jelas bahwa taqwa merupakan faktor utama di ampuni dosa:
يأيها الذين ءامنوا أن تتقو ا الله يجعل لكم فرقانا ويكفر عنكم سيئاتكم ويغفرلكم، والله ذوالفضل العظيم {سورة الأنفال : 19}
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscahya Dia akan memberikan kepadamu furqan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. [QS. Al-Anfal {8} : 29].
Shaum Ramadlan itu sendiri dengan jelas disyari'atkan agar manusia bertaqwa. Jadi kalau sesudah Ramadlan tidak bertaqwa. Berarti shaum Ramadlanya tidak benar. Maka dari iti Nabi saw menyebutkan orang yang seperti ini "celaka". Ia mengalami Ramadlan tapi setelah selesai Ramadlan dosa-dosanya tidak diampuni, ata dengan kata lain ia tidak bertaqwa.
Jika kita menunjuk pada hadits-hadits seputar Ramadlan yang ada kaitannya dengan pengampunan dosa, setidaknya ditemukan tiga hadits, yaitu:
من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفرله ماتقدم من ذنبه
Siapa yang shaum Ramadlan karena iman dan mengharap ridla Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lali (Shahih al-Bukhari kitab al-iman bab shaum Ramadlan ihtisaban minal-iman no.38; kitab fadlli lailatil-qadri bab fadlli lailatil-qadri no. 2014; Shahih Muslim kitan shalat al-musafirin bab at-targhib fi qiyam Ramadlan wa huwa at-Tarawih no. 1817).
من قام رمضان إيمانا واحتسابا غفرله ماتقدم من ذنبه
Siapa yang qiyam Ramadlan karena iman dan mengharap ridla Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu (Shahi al-Bukhari no. 37 dan 2009; Shahih Muslim no. 1815-1816).
من قام ليلة القدر رمضان إيمانا واحتسابا غفرله ماتقدم من ذنبه
Siapa yang qiyam pada lailatul-qadr karena iman dan mengharap ridla Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu (Shahih al-Bukhari no. 38 dan 2014; Shahih Muslim no. 1817)
Tiga hadits di atas menginformasikan tiga amal yang harus diperhatikan agar shaum Ramadlan yang dikerjakan mendatangkan ampunan, atau dengan kata lain dapat meraih taqwa :
Pertama, shaum Ramadlan. Sudah harus kita ingat selalu bahwa shaum Ramadlan itu bukan hanya menahan lapar; haus dan nafsu seks semata, lebih dari itu adalah mengendalikan hati agar tidak mengeluarkan ucap dan sikap yang tidak benar:
ليس الصيام من الأكل والشرب إنما الصيام من اللغو والرفث
Shaum itu bukan dari makan dan minum, hanyasanya shaum itu dari laghwu (perbuatan sia-sia) dan rafats (perkataan tidak senonoh) (al-Mustadrak 'ala as-Shahihain kitab as-shaum no. 1520).
من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه
Siapa yang tidak meninggalkan perkataan zur (yang tidak diizinkan Allah) dan juga perbuatannya, maka Allah tidak mempuyai kepentingan terhadap usahanya meninggalkan makan dan minum (Shahih al-Bukhari kitab as-shaum bab man lam yada' qaula az-zur wa al-'amal bihi fi as-shaum no. 1903).
Artinya, bukan shaum Ramadlan kalau kita masih senang merendahkan muslim lain, selalu menilai muslim lain sebagai orang yang salah dan tidak ada kebaikannya, berprasangka buruk, menghina, mencela, menggunjingkan kejelekannya dan mencari-cari kesalahannya. Tidak dihitung shaum Ramadlan juga jika setelah selesai shaum, amal-amal di atas ternyata masih akrab dalam kehidupan kita. Orang yang bertaqwa level tertingi itu, tegas Allah swt, adalah orang yang mampu mengimpelementasikan konsep "sesama mukmin bersaudara" (rujuk QS. al-Hujurat [49] : 10-13). Maka dari itu ia tidak mungkin berkonflik dengan sesama mukmin, hasud, merendahkan, menggibah dan perbuatan nista semacamnya. Dan ini adalah urusan hati yang paling dalam, mentaqwakan hati yang paling dalam inilah yang paling susah diwujudkan. Rasulullah saw mengingatkan:
لاتحاسدوا ولا تناجشوا ولا تباغضوا ولا تدابروا ولا يبع بعض وكونوا عباد الله إخوانا. المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يخذله ولا يحقره. التقوى ها هنا. ويشير إلىصدره ثلاث مرات.
Janganlah kalian saling dengki, saling menipu dalam harga barang jualan, saling membenci, saling membelakangi, dan jangan pula sebagian dari kalian menjual di atas penjualan sebagiannya lagi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu saudara muslim lainnya, jangan pernah menganiayanya, menelantarkannya, dan menghinanya. Taqwa itu disini kata Abu Hurairah: Beliau sambil menunjuk dadanya tiga kali (Shahih Muslim kitab al-birr was-shilah wal-adab bab tahrim zhulil-muslim no. 6706).
Kedua, qiyam Ramadlan, artinya shalat malam selama bulan Ramadlan atau yang dikenal dengan istilah Tarawih. Kalau seseorang yang ingin diampuni dosanya sesudah Ramadlan selesai, maka ia harus mengamalkan qiyam ramadlan. Ramadlan itu satu bulan, maka artinya qiyam Ramadlan pun satu bulan penuh, bukan hanya di awal Ramadlan, sementara di akhir Ramadlan ditinggalkan. Jika itu yang terjadi, pasti ia "celaka".
Qiyam (bangun untuk shalat) di waktu malam ini sendiri adalah ciri orang yang bertaqwa (rujuk QS. adz-Dzariyat [51] : 15-18 dan Ali 'Imran [3] : 15-17). Jadi kalau Allah swt sebutkan tujuan shaum agar bertaqwa, berarti sudah selesai shaum Ramadlan, ketaqwaan itu ada berbekas, salah satunya melalui shalat malam. Itu berarti kalau Ramadlan selesai, tidak lagi qiyam di waktu malam, maka orang tersebut "celaka", sebab ia ttidak bertaqwa pasca-Ramadlan.
Ketiga, qiyam lailatul-qadar. Lailatul-qadar ada di sepuluh hari terakhir Ramadlan (mulai 21 Ramadlan sampai akhir). Nabi saw mencontohkan qiyam pada lailatul-qadar ini dengan menghidupkan malam untuk ibadah. Sepanjang malam Nabi saw tidak tidur, tetapi tidak beribadah; shalat Tarawih, tadarus, dzikir, do'a, dan istighfar. Maka dari itu beliau beri'tikaf, sehingga qiyam lailatul-qadar bisa dijalankab dengan konsentrasi penuh dan maksimal.
Itu artinya, memasuki 10 hari terakhir Ramadlan ibadah ditingkatkan, khususnya di waktu malam. Kalaupun tidak mampu semalan suntuk, yang jelas ada upaya qiyam (ibadah) di waktu malam, dengan meninggalkan dunia terlebih dahulu. Abai dari iibadah ini, maka pasti dosanya tidak diampuni, dan pasti "celaka". Orang yang berhasil qiyam lailatul-qadar otomatis menjadi orang yang hatinya cinta masjid, ahli al-Qur`an, dzikir, do'a, dan istighfar. Selesai Ramadlan maka pasti amal-amal itu akan akrab pula kesehariannya. Itu berarti jika selesai Ramadlan abai dari masjid, al-Qur`an, dzikir do'a, dan istighfar, maka orang ini akan "celaka", dosanya tidak akan diampuni, sebab ia jauh dari taqwa. Na'uudzu bil-'Llaahi min dzaalik.
Wallahu a'lam Jazaakumul-'llaahu Khairan Katsiiraa